Recent Posts

New Design

Recent Post

Minggu, 30 Juni 2013
TUJUH TAHUN DALAM CENGKRAMAN SANTET POLONG

TUJUH TAHUN DALAM CENGKRAMAN SANTET POLONG


Kisah ini dialami oleh seorang wanita berinisial FN. Tujuh tahun lamanya dia dalam pengaruh ilmu hitam dari Tanah Karo ini. Tercatat sembilan belas orang pintar dan kyai, pernah berjuang untuk mengeluarkan tiga makhluk gaib yang bersemayam dalam tubuhnya. Penderitaan yang berkepanjangan tersebut, akhirnya berakhir setelah dia berumahtangga….

Kisah ini, bermula saat kepindahanku dan keluarga ke lingkungan Pondok Batuan, Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara. Peristiwa ini terjadi delapan tahun lalu. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas 3 SMP, tepatnya di SMPN 41 Medan. Di sekolah, aku dipercaya sebagai sekretaris OSIS. Maklum saja, aku memang sangat hobi berorganisasi.
Sekitar dua minggu tingal di Tanjung Sari, aku berkenalan dengan Kak Daning, tetanggaku, yang kemudian menjadi saudara angkatku. Waktu itu, dia sudah duduk di bangku kelas 2 SMU.


Suatu ketika, Kak Daning mengajakku bergabung di Remaja Masjid di lingkungan kami, yaitu Ikatan Remaja Masjid (IRMA) Al Ikhlas. Ajakan ini tak mampu kutolak. Malam Rabu itu, aku resmi menjadi anggota IRMA di kampungku. Aku pun berkenalan dengan sesama teman yang bergabung di organisasi ini.
Sudah menjadi tradisi bagi anak-anak yang bergabung di IRMA. Jika ada anak perempuan yang baru menjadi anggota, maka tak jarang anak laki-laki berusaha merebut hatinya. Termasuk pula aku. Baru saja menjadi anggota IRMA, malam itu aku diantar oleh banyak anak laki-laki. Jadilah aku layaknya kembang desa. Tiap pulang dari masjid, anak laki-laki banyak yang mencoba mencari perhatianku dengan mengantarku pulang ke rumah. Namun, tak sedikitpun aku menggubris mereka.
Di antara sekian banyak anak laki-laki yang mencoba mengambil hatiku, ada seorang pemuda yang sebut saja dengan inisial WN. Ternyata, diam-diam WN memendam rasa cinta kepadaku.
WN memang anak orang terpandang di tempat tinggalku. Ayahnya seorang mantan pejabat di salah satu intansi pemerintah. Tapi yang disayangkan, Ibu WN yang sudah bertitel haji diisyukan bersekutu dengan jin. Ibu WN yang akrab disapa Bu Haji ini kebetulan teman pengajian mamaku.
Setidaknya ada empat kali WN melayangkan surat cintanya kepadaku. Aku pun kaget bukan kepalang. Dia yang sepatutnya menjadi abang bagiku, karena usianya jauh lebih tua, ternyata memiliki maksud lain. Aku pun menolaknya mentah-mentah. Bukan saja karena aku tak menyukainya, tetapi usiaku pun masih terbilang bau kencur. Ya, waktu itu aku baru 15 tahun.
Rupanya, keganderungan WN padaku diketahui oleh ibunya. Suatu hari, sang ibu mengirimkan makanan berupa gulai ikan kakap ke rumahku. Mulanya, tak ada perasaan curiga sedikitpun dari kami sekeluarga. Kami juga tidak menaruh curiga ketika Ibu WN berulang kali mengirimkan hantaran makanan ke rumahku.
Anehnya, seminggu setelah hantaran makanan keluarga WN yang terakhir, aku justru menjadi teringat dan selalu membayangkan pemuda yang semula kubenci itu. Entah bagaimana awalnya, perasaanku selalu saja ingin bertemu dengannya.
Seminggu kemudian, WN menyatakan perasaannya lagi kepadaku melalui sepucuk surat. Kali ini, aku tak kuasa menolaknya. Sejak saat itu, WN sering menghubungiku. Bahkan hampir tiap malam dia menelponku.
Untuk menerima telpon dari WN, aku harus sembunyi-sembunyi. Aku pun terpaksa tidur di kamar belakang agar dapat menerima setiap panggilan telpon darinya.
Karena cintaku pada WN, belajar ku pun akhirnya mulai terganggu. Kedua orangtuaku tidak mengetahui apa yang sedang menimpaku. Saat kelulusan, prestasiku benar-benar jatuh. Biasanya rangking pertama, sekarang mendadak jatuh ke peringkat tiga.
Mama pun curiga. Dia berusaha mencari tahu penyebabnya. Apalagi mama sangat berharap aku bisa diterima di sekolah favorit di kota ini, yaitu SMUN 1 Medan. Aku pun menceritakan perasaanku kepada mama. Mendengar pengakuanku, mama sangat terkejut, dan menentang keras.
Sejak saat itu telepon genggam diambilnya. Aku pun seperti dipingit, tidak boleh keluar rumah. Sementara itu, lambat laun WN dan ibunya tahu dengan sikap kedua orang tuaku. Karena kenyataan ini, Ibunya WN nampaknya menaruh dendam kesumat.
Suatu hari, melalui perentaraan salah seorang temannya, WN menyampaikan pesan yang berisi memutuskan hubungan antara kami berdua. Mendengar keputusannya yang tiba-tiba, aku terkejut bukan kepalang. Hatiku benar-benar hancur. Aneh, memang! Padahal, hubungan kami saat itu hanya seperti cinta monyet. Tapi kenapa saat itu aku seperti tengah kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupku. Aku selalu teringat WN. Parahya lagi, aku mulai terbiasa meninggalkan sholat. Aku juga mulai kehilangan gairah hidup.
Semua keluargaku, termasuk Kak Daning, kakak angkatku yang mengajakku bergabung ke IRMA, merasa heran dengan keadaanku yang jauh berubah. Karena curiga, papa dan mama membawaku ke orang pintar di kawasan Polonia, Meda. Menurut paranormal tersebut, aku terkena pelet. Setelah meminum air putih yang diberikannya, keadaanku berangsur-angsur membaik. Aku pun dapat melupakan WN.
Tanpa disangka dan dinyana, pada saat perayaan ulang tahunku yang ke-17 WN muncul sebagai tamu tak diundang. Dia memberikan kue ulang tahun untukku. Begitu juga dengan ibunya WN. Dia memberi hadiah berupa bahan kain dan satu gelang perak.
Karena takut terjadi sesuatu, semua pemberian itu tidak kusentuh sedikitpun. Kue pemerian WN mama berikan kepada orang lain. Sedangkan bahan kain untuk membuat baju serta gelang tersebut, dibakar oleh mama dan papaku.
Setahun kemudian, tepatnya saat aku duduk di kelas tiga SMU, aku sudah akrab dengan RK, seorang siswa yang merupakan personil band di sekolahku. Perasaan cinta remaja pun tumbuh secara alamiah. Mungkin karena itu, aku pun semakin bersemangat dan termotivasi belajar.
Sama sekali tak kuduga, rupanya hubunganku dengan RK tercium oleh ibunya WN. Wanita yang akrab di sapa Bu Haji ini agaknya kembali membuat ulah dengan dibantu para dukunnya. Efeknya, aku pun sering jatuh pingsang di sekolah. Tak terhitung lagi betapa seringnya aku mengalami hal ini. Aku bahkan pernah dibawa pihak sekolah ke salah satu rumah sakit di kota Medan untuk diperiksa kondisi kesehatanku. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan aku tidak terkena penyakit apa-apa.
Karena kejadian ini, mama kembali mengajakku ke tempat Pak Harahap, paranormal yang dulu menyembuhkan penyakitku. Orang pintar ini bilang, aku kembali terkena pelet. Menurut dia, pelet itu berawal dari makanan, pakaian, juga benda-benda lainnya yang aku terima dari si pengirim pelet. Syukur Alhamdulillah Pak Harahap kembali menyembuhkanku.
Setamat SMA, aku pun berpisah dengan RK, sebab dia melanjutkan kuliah di UGM, Yogya. Aku sendiri diterima di salah satu Universitas Negeri di kota lain yang masih dekat dengan kotaku.
Menginjak semester 2, aku mulai kerasukan lagi. Berawal, pada suatu malam, aku seperti melihat sosok kuntilanak yang sedang berjalan di depan kamarku. Esok paginya, aku menemukan kotoran manusia persis di sebelah jendela kamarku. Nampaknya, ada yang sengaja mengirimkannya.
Jam dua siang, aku kembali kerasukan. Seketika itu, pikiranku tertuju pada sosok WN. Anehnya, menurut cerita keluarga, saat tak sadarkan diri, aku mengeluarkan suara tawa seperti laiknya ketawanya kuntilanak. Bahkan, aku juga terkadang berbicara dalam bahasa China.
Beberapa hari selanjutnya, aku pun bertingkah seperti seperti laiknya seekor ular. Memang, dalam pandanganku, aku melihat seekor berwarna hijau dan panjang.
Tak hanya itu, di saat yang lain, aku juga mengeluarkan suara Begu Ganjang, hantu khas Tanah Karo. Menakutkan sekali.
Sejak saat itu, hari-hariku ditemani kerasukan makhluk halus. Aku sempat divonis salah satu anggota keluargaku menderita sakit syaraf.
Sampai suatu hari setelah Idul Fitri, saat bersilaturahmi ke rumah nenekku di bilangan Tanjung Mulia, Belawan, Medan, aku kembali diganggu makhluk-makhluk gaib tersebut. Untunglah Mbahku punya pegangan ilmu gaib. Saat keluargaku turun dari mobil, aku justru tidak bisa keluar dari mobil, apalagi berjalan. Sepertinya, makhluk-makhluk gaib itu tahu kalau aku akan singgah di rumah orang yang berilmu.
Papa terpaksa menggendongku. Anehnya, tatkala memasuki rumah Mbah, menurut cerita keluargaku, mendadak saja aku tertawa cekikikan mirip kuntilanak. Mbah yang sepertinya faham dengan keadaanku, berusaha melakukan komunikasi dengan makhluk yang bersemayam dalam tubuhku. Beginilah cerita yang dituturkan mama padaku:
“Kenapa kamu begitu?” tanya Mbah.
Aku pun meronta-ronta seperti sedang kesakitan. Mbah pun melanjutkan pertanyaannya. “Siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini?”
Sang makhluk gaib pun menjawab singkat, “Bu Haji!”
“Darimana asalmu?” tanya Mbah.
Dengan tegas, makhluk itu menjawab, “Aku datang dari Tanah Karo!”
“Apa maksudmu?” tanya Mbahku lagi sambil matanya melotot.
“Aku akan menghancurka hidupnya! Aku dendam, makanya jadi perempuan jangan sombong!” jelas sang makhluk, jujur.
“Dia tidak mau menerima cinta anakmu?” Mbah pun kembali mengorek keterangan darinya. “Lalu kau ini siapa?” tanya Mbah pula.
“Aku Begu Ganjang, suruhan Bu Haji!” jawabku dengan lantang.
Mendengar dialog Mbah dengan makhluk yang merasuki tubuhku, mama, papa dan keluarga benar-benar terkejut. Mama menangis. Pantaslah, apa yang mama dan papa curiga selama ini, bahwa Bu Haji-lah biang keladinya.
Mbah dengan paksa mengeluarkan makhluk tersebut dengan sebilah keris keramat miliknya. Sang Begu Ganjang dan kuntilanak dalam tubuhku pun menjerit keras. Sejurus kemudian, mereka pun pergi dari jasadku walau hanya utnuk beberapa lamasaja....
Sialnya, di tengah perjalanan pulang dari rumah Mbah, aku kerasukan lagi. Setelah menelepon Mbah, beliau menyarankan agar aku dibawa ke tempat Buya, seorang guru ngaji di daerah Polonia. Buya berusaha mengeluarkan makhluk-makhluk itu lagi. Ketika ditanya oleh Buya, lagi-lagi jawabnya sama, yakni Bu Haji.
Setelah diobati oleh Buya, akupun pingsan sampai keesokan harinya. Buya memberiku sebuah cincin untuk pegangan.
Karena masih dalam suasana lebaran, keesokan hariya aku kembali diajak bersilaturahmi ke tempat keluarga mama di Diski, Binjai.
Siang hari yang terik itu, tepatnya pas azan Dzuhur, aku kerasukan lagi. Aku kembali diobati oleh orang pintar di sekitar tempat tinggal saudara mamaku. Aku disuruh mandi kembang besoknya, serta menyediakan benang tujuh warna dan kembang tujuh rupa. Benang tersebut kemudian dirajah sang dukun perempuan itu, untuk diletakkan di pinggangku.
“Benang tersebut tidak boleh dibuka atau dilepaskan sebelum kau menikah,” suruh sang nenek. Dia juga mengingatkan, jika keluarga Bu Haji memberikan makanan atau apapun, maka jangan sekali-kali diterima.
Setelah diobati sang nenek, aku memang sembuh. Selepas liburan panjang, aku pun kembali ke kota tempatku kuliah.
Ringkasan cerita, menjelang semester empat, ada seorang laki-laki yang suka padaku. Namanya sebut saja dengan inisial HF.
Tatkala HF menyatakan perasaannya kepadaku, beberapa waktu kemudian, aku mulai kerasukan lagi. Bahkan, saat HF mengunjungiku di rumah Tante Erni, tempatku tinggal di kota itu, entah syetan apa yang merasukiku, tibat-iba aku mengusir HF.
Sampai akhirnya, aku kembali diobati oleh orang pintar. Kali ini, yang mengobatiku adalah Bu IT, seorang ibu dari teman kuliahku yang kebetulan biasa mengobati orang-orang kerasukan. Bu IT menyuruh keluargaku membuka tali benang yang ada di pinggangku, berikut cincin yang diberikan Buya tempo hari. Alasannya, benda-benda tersebut justru mengikat makhluk-makhluk halus sehingga tetap berada di tubuhku.
Malangnya, setelah kedua benda bertuah itu dilepaskan dari tubuhku, justru penyakitku semakin parah. Aku malah kerasukan lagi selama lebih dari satu minggu. Selama itu pula, ada sembilan orang pintar yang mencoba mengobatiku dengan berbagai macam cara yang tidak masuk akal. Salag satunya menyuruhku merangkak seperti binatang.
Sampai akhirnya, Tante Erni menemukan orang pintar di pedalaman hutan yang jauh dari kota. Orang tersebut menyuruh mamaku mengambil kopi pahit, bawang putih dan daun kelor untuk dimandikan di sekujur tubuhku. Pada saat mengobatiku, orang tua ini mendapat serangan bertubi-tubi dari makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku.
Atas saran orangtua ini, mama dan papa diperintahkan untuk berdzikir semalam suntuk membantu pengobatanku. Katanya, kalau mendengar bisikan atau sesuatu yang aneh jangan dihiraukan agar pengobatanku berhasil.
Diceritakan, sekitar pukul dua dinihari, mama dan papa mendengar suara letupan diatas atap rumah. Namun mereka tetap berdzikir. Seiring dengan suara letupan tadi, orang tua yang mengobatiku juga mendapat hantaman sehingga dadanya mendadak sakit.
Besoknya, orang tua tersebut mencari benang tujuh warna. Dia juga menyiapkan bunga macan kerah, bunga tujuh rupa dan daun jengkol. Semua digunakan untuk memandikanku.
Syukur Alhamdulillah, setelah pengobatan ini aku dapat kembali menjalankan aktivitasku sehari-hari.
Sekitar lima bulan kemudian, aku berkenalan dengan seorang calon dokter berinisial FS. Begitu gembiranya aku tatkala dia berniat melamarku. Namun, saat FS mau lamaranku, maka begitu banyak halangan yang menghadang hingga orangtuaku tidak mengijinkan hubunganku dengan FS.
Karena kecewa aku histeris hingga aku jatuh pingsan. Tekanan darahku hanya di angka 40. Hal ini membuat semua dokter yang merawatku terkejut. Mereka sangat tidak menyangka dengan tekanan darah yang sangat rendah itu aku masih bisa bertahan hidup, bahkan kemudian sehat kembali.
Kejadian aneh terus saja menimpaku. Saat aku menjadi panitia OSPEK di kampus, aku kembali kerasukan. Aku dibawa pulang ke rumah oleh teman-temanku. Di rumah, selama tiga hari berturut-turut aku terus kerasukan. Keluargaku kembali memanggil orang pintar yang berada di pedalaman yang pernah mengobatiku beberapa waktu lalu.
Namun, kali ini tak berhasil membuatku sembuh. Karena itulah aku kemudian diobati oleh Ustadz AP namun juga tak kunjung sembuh.
Di Medan, aku juga sempat diobati oleh Pak Sabirin yang tinggal dibilangan Tanjung Sari. Oleh Pak Sabirin, aku dimandikan dengan bunga kembang macan kerah selama tiga hari berturut-turut. Setelah ritual pun digelar. Pak Sabirin mencoba mengeluarkan makhluk jahat yang bersemayam di tubuhku. Makhluk yang telah mendarah daging tersebut yang pertama berupa siluman ular. Mama dan papa turut menyaksikan proses penarikan makhluk itu.
Tiga hari kemudian, aku kembali diobati Pak Sabirin. Malam terakhir, setelah mandi, orang tuaku diperintahkan untuk menjagaku agar aku tidak disetubuhi oleh Begu Ganjang.
Di malam terakhir ini, antara sadar dengan tidak, tiba-tiba pandanganku gelap. Sepertinya ada yang mau menindihku. Astaghfirrullah! Aku melihat makhluk yang sangat menakutkan. Tubuhnya hitam berbulu, dan dia berusaha menindihku. Aku pun menjerit. “Jangan!”
Teriakanku ini membuat cemas papa dan mama. Mereka segera membacakan ayat Qursyi berulang-ulang untuk melindungiku. Hingga akupun terjaga, dan tidak tidur sampai pagi.
Esok paginya, kami datang ke tempat Pak Sabirin. Ritual pengusiran Begu Ganjang pun digelar. Sang Begu mencoba melawan Pak Sabirini.
“Aku tidak mau pergi! Karena aku telah diberi makan oleh majikanku,” tolak sang makhluk.
“Siapa majikanmu?” tanya Pak Sabirin.
“Aku sudah berjanji dengan Bu Haji, kalau aku pergi dari tubuh anak ini, maka aku akan mati! Tetapi, sebaliknya, jika aku bertahan dalam tubuh anak ini, maka dia tidak akan bertahan hidup lama,” lata Begu Ganjang seolah-olah dia Tuhan.
Tiba-tiba suaraku mendadak berubah menjadi seorang perempuan. Menurut cerita mama, itu suara kuntilanak yang memakai tubuhku.
“Sebenarnya aku kasihan dengan anak ini. Hidupnya terombang-ambing bahkan terancam mati! Jodohnya tertutup! Inilah perjanjian kami dengan majikan kami.”
Mendengar pengakuan dua makhluk tak kasat mata ini, Pak Sabirin tertawa seolah mengejek mereka. “Banyak kali cakap kau ini!” katanya dengan logat Medan. “Cepatlah kau pigi, atau aku keluarkan kau dengan paksa!”
Begu Ganjang pun berontak dan mengultimatum, “Aku tidak akan keluar! Aku selamanya akan ada dalam tubuh anak ini!”
Mendengar ancaman tersebut, Pak Sabirin pun menyangkal, “Makhluk bodoh! Sebentar lagi majikanmu akan jatuh miskin dan melarat akibat perbuatannya sendiri. Dan kau tidak akan diberi makan lagi olehnya. Dan santet yang ada di tubuh anak ini akan kukembalikan padanya.”
Akhirnya, Pak Sabirin berhasil mengeluarkan dua makluk tersebut. Alhamdulillah, aku pun kembali pulih. Aku dapat mengikuti ritual mandi kembang selama tiga hari. Hari keempat, aku kembali datang ke tempat Pak Sabirin untuk mencabut pengaruh santet.
“Bu Haji menggunakan media foto anak ini dan sebuah boneka kecil,” jelas Pak Sabirin kepadaku, mama, juga papa.
“Santet apa gerangan yang melanda puteri saya?” tanya mamaku.
Pak Sabirin menjelaskan dengan rinci, “Inilah yang namanya Santet Polong. Makhluk-makhluk ini memang sudah mendarah daging dalam tubuh anak ibu. Kalau pun nantinya sembuh, dia rentan kena santet, pelet dan sejenisnya. Kecuali pagar dirinya cukup, rajin sholat dan meminta perlindungan kepada Allah SWT.”
Singkat cerita, seperti kata pepatah: “Barang siapa yang menanam, maka dialah yang akan menuai hasilnya.” Sekecil biji zarahpun perbuatan manusia, niscaya Allah SWT akan membalasnya. Itulah kenyataan yang terjadi kemudian. Bu Haji, kini hidupnya melarat. Banyak sekali musibah yang menimpa keluarganya. Kabarnya, Bu Haji pun sering jatuh sakit.
Itulah pembalasan dari Allah SWT terhadap manusia yang mendzalimi sesamanya, bahkan melakukan perjanjian dan bersekutu kepada iblis. Semoga kita semua dapat bercermin dari kejadian ini.
Dan kini, saat menuturukan kisah ini, Alhamdulillah, aku telah menjalani hidup berumah tangga. Aku menikah di penghujung 2007 lalu. Dengan demikian, tepat tujuh tahun aku dalam nestapa akibat kekuatan setan Santet Polong.
Suamiku adalah seorang ustadz. Dia senantiasa membimbingku untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT. Kami pun tengah berbahagia menanti kelahiran sang buah hati. Dengan sholat dan banyak membaca Al-Qur’an, semua hambatan gaib yang menimpa diriku, Alhamdulillah sudah dapat kulalui dengan selamat.
Minggu, 24 Februari 2013
Cerita-cerita Mistik: Ritual Pesugihan Omyang Jimbe

Cerita-cerita Mistik: Ritual Pesugihan Omyang Jimbe

Namaku Yogi, sebut saja begitu, umurku 52 tahun. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta Selatan bersama isteri dan dua orang putraku. Sampai penghujung tahun 2007, rumah tanggaku tak menemui masalah yang berarti. Kami hidup rukun dengan segala kebutuhan rumah tangga yang selalu bisa aku penuhi. Dua orang putraku pun bisa bersekolah dengan layak, salah satunya sudah duduk dibangku perguruan tinggi dan adiknya masih di bangku SLTP.
Tapi suatu ketika musibah datang beruntun dan langsung membuatku ambruk hingga tenggelam ke dasar lumpur kenistaan. Padahal baru saja dua bulan aku mengambil kredit di sebuah bank swasta nasional yang nilainya 700 juta rupiah. Untuk mendapatkan kredit sebesar itu, aku mengagunkan rumah yang aku tempati bersama isteri dan anak-anakku. Uang sejumlah itu aku gunakan untuk modal usaha karena aku sudah lama mendapatkan klien dari Singapura mengirim hiasan rumah tradisional.
Seperti disambar petir di siang bolong, hari itu aku mendapat kabar bahwa barang yang kupesan dari para pengrajin di Tasikmalaya tidak bisa dikirimkan. Alasan mereka belum mendapatkan bayaran sejak 3 bulan lalu. Para pengrajin itu menuntut pembayaran semua barang yang mereka kirim senilai hampir setengah milyar. Padahal aku sudah membayarkan semua hak mereka tanpa ada yang aku tunda-tunda. Pembayaran itu aku lakukan melalui kasir dan orang kepercayaanku.
Tak hanya itu, masalah lain timbul dari klienku yang di Singapura, dia menuntut aku untuk segera mengirimkan barang pesanannya. Panik bukan kepalang, di satu sisi aku harus membayar uang kepada para pengrajin di Tasikmalaya. Di sisi lain aku dituntut untuk mengirim barang ke Singapura atau kontrak yang telah kubangun akan segera diputuskan. Artinya aku akan kehilangan klien sekaligus harus membayar utang yang segunung jumlahnya.
Yah, tentu saja bukan aku tidak berusaha mencari jalan keluar. Aku sudah melaporkan penggelapan uang, penipuan dan korupsi pada Kepolisian. Tapi apa pun itu, tidak membuat usahaku lancar. Aku kehilangan klien karena ulah karyawanku yang membawa kabur uangku. Aku tak tahu ke mana harus mencarinya lagi. Alamat yang ditinggalkannya ketika melamar pekerjaan 4 tahun lalu ternyata palsu. Aku sudah menelusuri semua jejak yang pernah dia tinggalkan, tapi semua nihil.
Singkat cerita, aku benar-benar terpuruk, usahaku hancur dan rumahku disita bank karena aku tak mampu membayar hutang. Aku ngontrak di sebuah rumah petakan di Cinere. Tapi itu belum bisa membuat hidupku tenang. Karena para pengrajin di Tasikmalaya masih terus memburuku karena aku masih mempunyai hutang pada mereka sejumlah hampir 400 juta rupiah. Nyaris setiap hari aku didatangi orang yang menagih hutang ke rumah kontrakanku. Dan hampir setiap jam telepon genggamku berdering oleh orang-orang yang menagih hutang.
Keterpurukanku itu berlangsung hingga tahun 2009. Sepanjang dua tahun, hidupku benar-benar hancur, untuk mencari makan saja aku harus meminta bantuan ke mana-mana. Anak sulungku terpaksa harus berhenti kuliah karena aku tak sanggup lagi membiayainya. Isteriku setiap hari harus ikut mencari nafkah dengan berjualan gorengan dan makanan kecil di depan kontrakan. Sementara hutangku masih menggunung dan aku hanya mampu menjanjikan pada para pengrajin di Tasik, bahwa suatu hari aku pasti akan melunasi semua hutang-hutangku.
Hari itu temanku Haris memperkenalkan aku pada seorang temannya yang bernama Edi. Menurut Haris, temannya yang bernama Edi itu bisa membantu menyelesaikan masalahku dengan kekuatan gaib. Tertarik dengan hal itu, aku mengajak Haris bertemu dengan Edi di suatu tempat di bilangan Bekasi. Dan hari itu pula aku diajak Edi bertemu dengan seorang spiritualis yang bernama Wisnu. Dari mas Wisnu inilah aku diberitahu bahwa aku bisa menggelar sebuah ritual untuk mendapatkan sejumlah uang dari gaib.
Menurut Wisnu, spiritualis yang berusia sekitar 45 tahun itu, ritual menarik uang gaib ini menggunakan kekuatan keris Omyang Jimbe. Sebuah keris keramat yang umurnya sudah ratusan tahun. Di rumah Mas Wisnu, aku diperlihatkan sebuah keris yang di kepalanya berhias dua orang yang nampak sedang semedi. Itulah yang disebut Mpu Omyang Jimbe pembuat keris pusaka yang kekuatan gaibnya bisa digunakan untuk menarik uang dari alam gaib.
Aku semakin antusias karena menurut Mas Wisnu tak perlu tumbal untuk mendapatkan uang dari alam gaib itu. Meski dengan ritual yang teramat sakral tapi gaib penghuni keris itu tidak meminta tumbal pada pelaku ritual. Gaib itu hanya menuntut agar pelaku ritual itu berlaku jujur. Sebab uang yang bisa ditarik dari alam gaib itu hanya boleh dipergunakan untuk membayar hutang atau pelakunya benar-benar dalam keadaan terdesak. Selain itu jumlah uang yang bisa didapatkan pun terbatas sesuai dengan kebutuhan pelaku itu sendiri.
Yah, dengan bermodalkan keyakinan aku menghadap Mas Wisnu untuk mengadakan perjanjian ritual. Aku diminta untuk menyediakan sejumlah sesajian lengkap untuk menggelar ritual itu. Aku harus menyediakan kembang setaman lengkap dengan kemenyan dan uborampe lainnya. Kemudian aku juga diminta untuk menentukan di mana lokasi ritual itu akan digelar. Menurut Mas Wisnu, lokasi ritual itu boleh ditentukan oleh pelaku sendiri. Bisa digelar di tempat keramat atau di mana saja bahkan juga bisa digelar di rumah pelaku sendiri. Tapi karena rumah kontrakkanku terlalu sempit, maka aku memilih menggelar ritual di sebuah tempat keramat di Bogor, Jawa Barat.
Sesuai dengan kesepakatan dan perhitungan primbon Mas Wisnu, siang itu aku berangkat ke rumahnya di Bekasi, Jawa Barat. Hari itu Kamis malam Jumat, berdasarkan perhitungan Mas Wisnu, hari itu adalah hari baik untukku dan keluargaku. Aku berangkat dari rumah Mas Wisnu sekitar pukul 4 sore menuju sebuah tempat keramat di perbatasan antara Jasinga, Bogor dengan Tangerang Banten. Ritual itu sendiri baru akan digelar menjelang tengah malam.
Sesuai perhitungan, kami baru tiba di keramat itu sekitar pukul 8 malam. Setelah meminta ijin pada juru kunci, kami langsung menuju lokasi keramat untuk mengenali situasinya. Ternyata keramat ini memang nampak menyeramkan. Pohon-pohon besar berdiri tegak bagaikan raksasa yang tengah berkacak pinggang. Di bawah pohon-pohon besar itu berdiri sebuah gubuk kecil yang gelap gulita. Hanya ada sebuah lampu minyak yang kadang redup tertiup angin malam.
Beberapa saat aku ngobrol dalam gubuk itu bersama 5 orang yang ikut dalam ritual itu. Aku sendiri ditemani seorang saudaraku yang ingin ikut menyaksikan ritual itu. Selama kami ngobrol, aku merasakan banyak getaran gaib yang menyelimuti tempat keramat itu. Aku yakin tempat itu pasti dihuni oleh banyak makhluk halus yang tak kasat mata. Dan setelah ngalor ngidul kami ngobrol akhirnya waktu yang telah ditentukan untuk menggelar ritual itu pun tiba.
Pukul 11 malam, Mas Wisnu mulai memerintahkan anak buahnya untuk mempersiapkan segala sesajian yang kami bawa. Berbagai uborampe digelar dalam cungkup yang luasnya sekitar 10 meter persegi itu. Kembang setaman digelar di atas sehelai kain putih. Perapian mulai dibakar dan sesaat kemudian api mulai menyala membakar arang dalam bokor tembaga. Beberapa batang hio mulai mengepulkan asap yang baunya khas menusuk hidung. Terakhir Mas Wisnu mencabut sebuah keris yang bernama Omyang Jimbe. Keris itu berdiri tegak di atas sehelai kain putih di depan sesajian.
Ritual itu mulai digelar, aku duduk bersila di belakang Mas Wisnu. Berjejer di samping kiriku adalah saudaraku dan seorang anak buah Mas Wisnu. Lalu di samping kananaku dua orang lain yang diajak Mas Wisnu. Segala syarat perlengkapan untuk memanggil kekuatan gaib keris Omyang Jimbe telah siap digelar. Asap hio dan kemenyan pun telah mengepul sejak beberapa menit lalu. Memanggil segala jenis makhluk halus untuk memberi kekuatan pada ritual itu.
Tepat tengah malam, Mas Wisnu mulai membacakan mantera dan jampi-jampi yang aku tak mengerti. Beberapa bait mantera dan jampe-jampe dari bahasa Jawa kuno meluncur dari mulutnya. Sebelum itu Mas Wisnu juga membacakan beberapa Ayat Suci Al Qur’an, maksudnya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan pada para peserta ritual. Sebab menurutnya di tempat seperti itu resiko gangguan makhluk halus pasti sangat besar.
Setelah pembacaan mantera itu selesai, lalu Mas Wisnu memerintahkan seorang asistennya yang masih sangat muda untuk duduk di depan sesajian itu. Sesaat kemudian asisstennya yang masih anak muda itu menutupi sebuah kardus dengan kain putih. Kemudian dia pun membacakan beberapa ayat Suci Al Qur’an sambil duduk bersila di depan sesajian dan kardus itu.
Suasana mulai terasa mencekam manakala anak muda itu usai membacakan manteranya. Bulu kuduku terasa lebih merinding dibandingkan beberapa saat lalu. Aku merasa seperti ada makhluk halus yang tengah memperhatikan gerak-gerikku. Mataku mulai melirik ke kiri dan ke kanan memperhatikan seluruh ruangan cungkup itu. Tapi tak ada apapun di sana, hanya kegelapan malam yang kulihat. Sesekali aku mendengar suara burung hantu dan binatang malam yang membuat suasana makin mengerikan. Aku yakin di situ pasti ada makhluk halus yang tengah memperhatikanku. Aku merasakan itu karena hampir seluruh bulu dalam tubuhku berdiri. Dadaku pun berdebar makin keras. Naluriku memastikan ada makhluk lain yang ikut dalam ritual itu.
Sedang diliputi rasa takut itu, tiba-tiba blaaarrrr. Kardus yang ditutup kain putih itu seperti meledak menimbulkan suara gaduh. Jantungku seperti mau copot, aku kaget bukan kepalang hingga posisi duduku berubah sedikit mundur bahkan nyaris lari lantaran kaget dan rasa takut.
“Tenang-tenang. Tidak ada apa-apa. Itu hanya sebuah pertanda bahwa ritual kita direstui gaib dan kita nyaris berhasil,” ujar Mas Wisnu manakala melihat keadaanku yang sangat ketakutan.
“Tetap konsentrasi dan jangan bertindak yang bukan-bukan,” lanjutnya.
Sesaat kemudian Mas Wisnu mengambil alih ritual dari anak muda itu. Kembali Mas Wisnu membacakan beberapa bait mantera sambil menaburkan kemenyan ke atas bokor yang arangnya masih terlihat membara merah. Tak seorang pun yang berani membuka mulut, suasana makin hening mencekam.
“Nah, ritual ini telah selesai. Mari kita lihat apa yang ada dalam kardus itu,” tiba-tiba Mas Wisnu bersuara sambil menunjuk kardus yang tertutup kain putih.
“Silahkan buka kardus itu, Mas Yogi,” tuturnya sambil menatap ke arahku. “Atau kalau sampeyan takut, biar aku saja yang membukanya,” lanjutnya melihat aku yang nampak ragu dan ketakutan.
“Silahkan, mas saja yang membukanya,” jawabku singkat.
Perlahan Mas Wisnu mulai menyingkap kain putih yang menutupi kardus itu. Dadaku masih berdebar, benakku terus bertanya-tanya apa yang ada dalam kardus kosong itu. Sesekali aku bisa melihat raut wajah Mas Wisnu yang nampak was-was. Entah apa yang ada dalam benak lelaki itu. Tapi sedetik kemudian, raut wajah Mas Wisnu nampak berubah. Ada rasa sumringah tatkala dia mulai membuka tutup kardus itu.
“Alhamdulillah, ternyata ritual kita dikabulkan. Silahkan lihat apa isi kardus ini,” tutur Mas Wisnu dengan senyum penuh kebahagiaan.
Dan betapa terkejutnya aku manakala melihat apa yang ada dalam kardus itu. Setumpuk uang pecahan seratus ribuan memenuhi kardus itu. Dengan penuh kebahagiaan dan rasa tak percaya, aku mengambil segepok uang itu. Setelah kuperhatikan, ternyata benar itu adalah uang yang selama ini aku dambakan untuk melunasi hutang-hutangku.
“Ingat Mas Yogi, pertama kali yang sampeyan lakukan dengan uang ini adalah membayar hutang. Jika hutangmu sudah lunas semua, maka sisanya boleh digunakan untuk apapun,” jelas Mas Wisnu mengingatkanku.
Yah, singkat cerita, kami pulang dengan membawa hasil yang kami harapkan. Dengan uang itu aku membayar seluruh hutangku pada para pengrajin di Tasikmalaya. Aku juga melunasi hutang-hutang kecilku pada teman-teman dan tetangga yang telah membantuku. Anehnya uang itu memang hanya cukup untuk membayar hutang. Hanya tersisa tak lebih dari 2 juta saja dari sisa pembayaran hutang-hutangku itu. Tapi syukur, aku bisa melunasi hutang-hutangku meski kini aku harus mulai kembali usahaku dari nol.
Minggu, 20 Januari 2013
Kumpulan Cerita Mistik; Tumbal Pesugihan Buaya Putih

Kumpulan Cerita Mistik; Tumbal Pesugihan Buaya Putih

Ketika aku masih kecil, ada salah seorang tetangga kami yang hidupnya serba berkecukupan, usahanya maju, rumahnya bagus, dan uangnya banyak, saking banyaknya uang tersebut, mereka membuka usaha baru, yaitu menjadi rentenir, si lintah darat itu. Semakin hari kekayaannya semakin bertambah banyak akan tetapi hal itu berbanding terbalik dengan kekayaan hati yang dimilikinya yang kian hari kian menipis bahkan mungkin menghilang, tidak punya kekayaan hati sama sekali. Oleh karena itulah, mereka selalu membusungkan dada mereka dan menganggap tetangga mereka hanyalah lalat-lalat pengganggu sehingga tak perlu menjaga omongan kepada tetangga. Semua tetangga pernah dihinanya termasuk juga keluargaku, ayah, ibu, aku, kakak-ku, adik-ku, semuanya tidak luput dari hinaan mereka. Apalagi memang dari dulu sampai hari itu bahkan sampai sekarang, keluargaku selalu jadi bahan hinaan para tetangga. Huh, apakah itu hanya karena ibuku orang jawa? Tapi bukankah sunda ataupun jawa sama saja di hadapan Tuhan? Yang membedakan hanyalah ketakwaan saja.
Iskandar (suami), Rohaya (istri), Budi (anak tertua), Andi (anak tengah, seumuran denganku), dan Sugianto (anak bungsu), merekalah tetangga yang ku maksudkan, rumah mereka persis berada di depan rumahku. Rohaya dan Andi, kedua orang itulah yang paling keras dalam menghina dan memusuhi kami. Cacian dan hinaan mereka berdua begitu melapaui batas untuk di terima oleh manusia. Tidak jarang jika Rohaya ini lewat di depan rumah kami, dia meludahi pekarangan rumah kami dan mengejek keadaan rumah kami yang memang begitu sederhana, ia menyebut rumah kami dengan sebutan Anggar Lima. Bahkan tidak hanya itu, pernah suatu ketika aku sedang bermain sendiri di sisi jalan depan rumahku. Tiba-tiba Si Andi datang dengan membawa bambu sebesar betis orang dewasa dan langsung mengambil uang receh yang sedang aku mainkan maka aku pun berusaha untuk mengambilnya kembali sehingga terjadilah aksi tarik menarik antara aku dengannya. Ketika uang itu berhasil ku ambil, Si Andi langsung memukulkan bambu ke pundakku dengan keras hingga aku pun terjatuh. Jika saja bukan karena pertolongan Alloh mungkin aku sudah kehilangan nyawa gara-gara pukulan itu. Saat itulah, terjadi percekcokan hebat antara ibuku dengan Rohaya sehingga ibuku merasa begitu sakit hati, sampai-sampai imannya hampir luntur.
“Aduh…pak! Hati ini panas, dada ini terasa sesak, nafas ini tersengal-sengal, aku sudah tidak tahan lagi dengan hinaannya. Biarkan, biarkan aku pergi ke Cirebon atau ke Banten, aku akan santet mereka hingga mati semuanya…”, kata ibuku diiringi tangisan yang tersedu-sedu di pangkuan ayahku.
“Sabar, sabar istriku! Sabar…biarkan mereka menghina sesukanya terhadap kita. Ingatlah, Alloh pasti membalas perbuatan mereka dalam waktu dekat ini…Sabar, jika mamah pergi dan menyantet mereka maka apa bedanya kita dengan mereka? Bukankah kita jadi lebih kejam dari mereka? Sabar, Sabar, sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar…”, ucap ayahku berusaha mendinginkan amarah ibuku yang sedang memuncak.
Ayahku terus menasehati ibuku dengan kata-kata yang bijak hingga ibuku pun terlelap dalam tidur dipangkuan ayahku.
Beberapa bulan kemudian, apa yang diucapkan oleh ayahku benar-benar terjadi, Alloh benar membalas perbuatan mereka selama ini dengan balasan yang sebaik-baiknya. Usaha mereka bangkrut, rumah tangga mereka hancur berantakan, pihak bank memburu mereka karena hutang mereka, rumah bagus mereka digadaikan begitu juga tanahnya, perabotan rumah mereka semuanya diambil dan disita oleh pihak bank. Mendengar hal itu, ayahku berkata,
“Tuh, kan mah! Alloh pasti akan membalas perbuatan mereka dalam waktu dekat ini…sekarang lihatlah mereka, mereka sekarang lebih miskin dan lebih terhina daripada kita…Sungguh, mah! Alloh itu tidak akan mengingkari janji-Nya.”, komentar ayahku.
“Iya, pak! Bapak benar…”, jawab ibuku.
Beberapa minggu kemudian, datanglah Iskandar dan Rohaya untuk meminta maaf atas semua kesalahan mereka kepada keluargaku. Mereka berdua tersungkur dan menubruk ibuku, bersungguh-sungguh memohon maaf. Hati kami iba dibuatnya, tak tega kami melihat tetangga kami menghinakan dirinya di depan kami seperti itu walaupun dahulu mereka benar-benar telah menghina kami tapi hati kami tetap merasa terenyuh dibuatnya. Akhirnya, dengan berat hati, kami pun akhirnya memaafkan mereka walaupun begitu terasa berat di hati kami apalagi mengingat semua kejahatan mereka. Setelah itu, mereka berdua pergi dari kampungku guna menghindari serbuan pihak bank yang menagih hutang terus menerus kepada mereka. Kini mereka berdua telah berpisah (cerai) dan sekarang entah dimana keberadaannya, semua anaknya dititipkan kepada Ibunya Rohaya dan sekarang sudah besar bahkan sebagiannya telah berkeluarga.
Namun, ternyata ada rahasia dibalik semua kehancuran total itu. Ma Rini, yang merupakan Ibunya Rohaya menceritakan kepada ibuku perihal sesuatu yang menjadi rahasia anaknya, mengapa bisa jadi kaya dan mengapa bisa jatuh mendadak. Kisah ini hanya diceritakan kepada ibuku saja, tidak kepada yang lain. Marilah kita dengar kisah rahasia yang dibuka oleh Ma Rini tersebut :
Malam itu, Rohaya tidak bisa duduk dengan tenang, ia sedari tadi terus mondar-mandir kesana kemari dengan raut wajah seperti orang yang mencemaskan sesuatu. Aku sebagai ibunya tidak tega melihat dia seperti itu, aku pun bertanya kepadanya dengan berbisik-bisik :
“Ada apa, Neng? Kenapa kamu gelisah seperti itu? Apakah malam ini adalah waktunya?”, tanyaku penasaran karena aku mengetahui akan rahasia anakku itu.
“Nggg….”, jawabnya.
Dari jawabannya, aku mengetahui bahwa sekaranglah waktunya perjanjian itu harus dipenuhi. Tapi, aku sebagai ibunya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah karena itu sudah perjanjiannya dengan makhluk itu yang sudah disepakati bersama, tidak bisa dibatalkan sama sekali.
Iskandar, suaminya merasa curiga dengan gerak-gerik kami berdua hingga akhirnya ia pun mengintrogasi istrinya. Ia memaksa istrinya untuk berterus terang tentang apa yang sudah terjadi tetapi anakku itu tetap saja mengelak dari pertanyaan yang dilontarkan oleh suaminya. Hingga akhirnya, iskandar pun mulai berbuat anarkis terhadap istrinya. Dan oleh sebab itu, Rohaya pun berbicara jujur juga mengenai persekutuannya dengan setan.
“Oke, mas! Aku jujur sekarang, aku telah melakukan pesugihan kepada siluman buaya putih karena aku tak kuat hidup miskin terus menerus, aku tak mau dihinakan oleh tetangga, dan aku akan tunjukkan pada mereka bahwa aku juga bisa kaya bahkan melebihi mereka…Dan sekarang adalah malam yang telah disepakati olehku dan siluman tersebut.”, jelas Rohaya dengan nada terbata-bata dan air mata yang terburai ke pipi.
“Apa kamu sudah gila, heh! Untuk apa kamu melakukan itu semua? Apakah tak cukup nafkah dariku, suamimu ini sehingga kamu melakukan pesugihan tanpa sepengetahuanku…Dasar istri tak tahu diuntung…Cepat, sekarang katakan siapa yang dijadikan tumbalnya? Cepat katakan!”, ancam Iskandar dengan nada keras kepada istrinya sambil memegang kerah baju Rohaya.
“….anak, anak kita yang paling kecil!”, jawab Rohaya dengan gemetar dan tak henti-hentinya menangis.
“Sialan, ibu macam apa kamu ini? tega mengorbankan anaknya demi keuntungannya sendiri dan demi harta dunia yang dikejarnya…Kenapa, kenapa tidak kamu saja yang jadi tumbalnya, heh?”, bentak Iskandar dengan tangan yang dikepalkan seolah-oleh menahan amarah untuk tidak memukul istrinya.
“Demi keuntungan sendiri katamu? Bukankah kamu juga ikut menikmati kekayaan ini…”, jawab Rohaya berusaha membela diri.
“Iya, aku akui bahwa aku juga menikmatinya tapi itu semua tanpa sepengetahuanku. Jika saja aku tahu dari awal, aku tak sudi memakan harta yang kau dapatkan ini.”, jawab Iskandar dengan nafsu amarah yang menggebu-gebu.
 Ditengah pertengkaran hebat itu, tiba-tiba Budi dan Andi terbangun dari tidurnya, begitu pula si kecil, Sugianto, ia merengek, menangis memanggil-manggil ibunya. Segera Rohaya menemui Sugianto dikamarnya dan memeluknya erat-erat. Iskandar pun langsung mengikuti istrinya, lalu berkata :
“Cepat katakan, kapan makhluk sialan itu akan datang? Cepat!”, ujar Iskandar kepada istrinya itu.
“Nanti, pertengahan malam!”, jawab Rohaya yang kemudian menciumi kening anak bungsunya itu.
Spontan Iskandar pun langsung menuju dapur lalu mengambil golok panjang miliknya yang sudah ia asah ketika pagi tadi dan langsung diikatkan dipinggangnya. Sedangkan aku segera meraih tangan Budi dan Andi lalu membawanya ke kamar, menyuruh mereka untuk tidur karena ini adalah urusan orangtua, anak-anak tidak boleh ikut campur. Aku berusaha menenangkan kedua anak itu dan meyakinkan mereka bahwa tidak terjadi apa-apa, ibu dan ayahnya hanya bertengkar biasa saja, nanti juga baikan lagi. Akhirnya, setelah beberapa lama kemudia kedua anak itu pun tertidur kembali dengan pulasnya. Aku pun lalu keluar kamar dan menutup pintu kamar tersebut, langsung saja aku menemui Iskandar yang dari tadi terus memperhatikan jam yang telah menunjukkan pukul 11.30 malam sambil terus menerus memegang golok panjangnya itu.
“Nak…”, sapaku dengan lemah lembut.
“Diamlah, bu! Aku sedang tak mau diajak bicara…”, jawabnya dengan tegas.
Mendengar jawabannya, aku pun langsung menuju ruang tamu, duduk disana, dan menangis sejadi-jadinya, tak bisa menahan haru di dada. Selama 30 menit lamanya, kami hanya berdiam diri, tidak ada seorang pun yang berbicara. Tiba-tiba, ditengah keheningan itu, terdengarlah suara teriakan dari kamar Rohaya, teriakan itu memecah kesunyian malam. Mendengar istrinya berteriak seperti itu, Iskandar langsung berlari menuju kamar dan mendapati seekor buaya putih besar berada di kamar itu, entah darimana datangnya dan bagaimana cara masuknya.
“Cepat, cepat bawa Sugianto keluar dari kamar, biar aku yang menghadapi makhluk sialan ini…”, ujar Iskandar sambil membuka golok panjang dari sarungnya, pantulan cahaya lampu kamar saat itu begitu tepat mengenai golok itu sehingga terlihat sangat mengkilat.
“Ghrrrrrr……Ghrrrrrrr….Ghrrrrrr….”, suara buaya putih itu berusaha untuk menggertak Iskandar.
Ekor buaya itu terus berkibas-kibas layaknya pecut yang siap untuk dipecutkan. Dan akhirnya, buaya itu pun menyerang Iskandar dengan ekornya yang panjang itu. Iskandar pun menahan serangan buaya itu dengan goloknya. Iskandar pun balik menyerang buaya itu dengan segera,
“Hyaaaa….”, teriakan Iskandar mengarahkan pukulan golok tajam itu ke arah tubuh buaya putih itu tetapi buaya itu tidak terluka sedikit pun, malah iskandar lah yang terpental hingga goloknya pun terlepas dari tangannya.
Dengan serta merta, buaya itu langsung menyerang Iskandar, ia berhasil menggigit paha Iskandar. Iskandar maraung-raung kesakitan, aku dan Rohaya hanya bisa terpaku tidak bisa berbuat apa-apa. Iskandar pun kemudian memegang mulut buaya putih yang dipenuhi gigi runcing itu dengan kedua tangannya, berusaha untuk membuka mulut buaya itu. Namun, buaya itu terus saja melawan sehingga dua jari tangan kanan iskandar pun putus dibuatnya. Iskandar berusaha lagi untuk melawan, ia berusaha menggapai golok miliknya yang terpental tadi yang tidak jauh dari tubuhnya. Setelah berhasil didapatkan, Iskandar mengayunkannya dengan tangan kiri ke kepala buaya itu hingga buaya itu terlihat kesakitan dan melepaskan gigitannya pada paha Iskandar. Dalam keadaan itu, Iskandar berusaha untuk berdiri padahal paha kirinya itu sudah terkoyak dan darah pun berkucur begitu deras, bekas gigitan buaya tadi. Setelah berhasil berdiri, Iskandar pun memegang goloknya erat-erat dengan tangan kirinya, berjaga-jaga kalau-kalau buaya itu menyerang kembali. Namun, ternyata diluar perkiraan, buaya putih itu tidak menyerang lagi, buaya itu malah menghilang bagai asap putih yang ditiup oleh angin. Ya…buaya itu telah pergi yang berarti sebagai pertanda bahwa teror telah usai dan perjanjian telah dibatalkan.
Melihat keadaan suaminya yang terluka parah itu, Rohaya memberikan Sugianto kepadaku, ia langsung menuju suaminya dan membopongnya ke luar kamar dan langsung mendudukannya di kursi sedangkan darah masih terus saja mengalir dari tangan dan juga paha Iskandar.
“Neng, cepat bawa suamimu segera ke puskesmas sebelum dia kehabisan darah…”, perintahku pada anakku.
Rohaya pun menghidupkan motornya, dan langsung membawa suaminya ke puskesmas yang memang saat itu buka selama 24 jam.
****
“Kukuruyuk…kukuruyuk…”, tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, pagi pun telah tiba. Iskandar yang tadi malam dibawa ke puskesmas pun sekarang dibawa ke rumah sakit karena lukanya terlalu serius. Dan baru diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit setelah luka-lukanya kering.
Disisi lain, masyarakat kampung terus bertanya-tanya tentang keadaan Iskandar yang selama beberapa minggu ini tidak kelihatan batang hidungnya, biasanya mereka melihatnya sedang nongkrong di depan rumah. Untuk menutupi kejadian mengerikan itu, aku mengatakan kepada mereka bahwa Iskandar mengalami kecelakaan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Aku yakinkan mereka yang hendak menjenguk bahwa luka yang dialami Iskandar tidak terlalu parah sehingga sebentar lagi pun akan segera pulang. Dan sejak saat itulah, perekonomian keluarga mulai hancur, percekcokan semakin sering terjadi antara Iskandar dan Rohaya, yah…seperti yang kamu lihat sekarang, semuanya telah hancur, semuanya telah musnah, kekayaan yang tadinya diagung-agungkan pun sekarang telah tiada, sekarang kembali seperti semula, kembali menjadi cepot lagi.
Minggu, 13 Januari 2013
Cerita Mistik Indonesia; Mimpi yang Membuka Mata Bathinku

Cerita Mistik Indonesia; Mimpi yang Membuka Mata Bathinku

Ini crita ku pada tahun 2009
pada saat aku masih duduk di bangku sekolah SMP,aku pulang pada hari sabtu dari scool saat itu jam 14.00 tepat terus aku ganti baju terus aku tidur pulas, aku ber mimpi di ajak jalan-jalan oleh 2 orng laki-laki tersebut, aku di bawa ke suatu alam bawah sadar saya, alam itu putih semua terus aku di suruh membuka pintu hitam yang berjejer, sebagian dari pintu sudah terbuka terus salah satu orang itu menyuruh aku tuk membuka pintu tersebut dengan perasaan yang amat takut aku mencoba membuka salah satu pintu tersebut tiba-tiba di balik pitu tersebut, saat itu aku tidak basa-basi lagi menuju pintu hitam tersebut, aku mendengar suara orang tertawa,sedih,nangis,tapi itu malah bikin aku penasaran lagi, dengan sekuat tenaga aku mencoba tuk membuka salah satu pintu tersebut ternyata aku tidak bisa, terus laki-laki itu berbicara kepada ku
"kamu akan bisa membuka pintu tersebut"
aku malah bingung dengan perkataan laki-laki tersebut
terus
 aku di ajak pulang oleh dua laki-laki tersebut aku di suruh menunggu laki-laki itu,aku di suruh menunggu laki-laki tersebut di sebelah batu besar,tapi yang membuwat aku kaget aku tidak bisa melihat batu tersebut aku hanya bisa melihan warna putih semua yang mengeliling aku,terus aku tertidur pulas lagi,entah kenapa aku terbangun dalam tidur aku,saat itu aku terbangun dengan badan yang sangat capek,aku bangun tidur jam 18:05,aku menuju kamar mandi,aku melihat ke dua orang orang tua ku yang sedan masak berdua,tapi ibu aku mennangis,aku bertanya
"buk,kenapa kamu menangis ????"
terus ibu menjawab
"aku kira kamu mati nak,kamu tidur tidak bernafas nak"
aku bingung dengan perkataan ibu tadi,aku bertanya lagi sama ke dua orang tua ku
"buk nihari apa ?????"
ibu menjawab
"hari minggu"
aku malah bingung lagi oleh jawaban ibu ku tadi,aku menjawab
"buk yang bener buk ????"
ibuk"iya nak ibuk gak bohong"
dengan perasan bingung,aku bergegas berjalan menuju kamar mandi,terus aku melihat ke sebuah pohon mangga yang sudah tua,tapi aneh aku melihat se sosok mahluk besar,hitam,tinggi dengan mata merah tersebut,aku terkerjut,tapi aku tak menghiraokan mahluk tersebut,saat aku sudah selese mandi mahluk tersebut masih disitu,terus aku bertanya sama ibuk aku"buk itu apa ???
Ibuk"apa nak ???
Terus aku menyebukan ciri-ciri mahluk tersebut
"tinggi,besar,berbulu&mata nya merah bu"
ibu kaget"masak sih ????"
aku"iya bu"
terus ibu menjawab"mungkin itu genderuwo"
aku"ah.... Ibuk nih becanda terus"
ibuk"iya nak"
dengan perasaan taku aku lari menuju kamar tidur ku,dalam hati ku ber kata
"pa bener itu tadi genderuwo ya ????"
Jumat, 04 Januari 2013
Cerita Mistik Nyata; Dendam Kesumat Pocong

Cerita Mistik Nyata; Dendam Kesumat Pocong

Di daerah Kebumen (kota saya) ada dua orang gadis yang merantau ke Jakarta, sebut saja Surti dan Iyem. Sesampainya di Jakarta Surti dan Iyem bekerja menjadi pembantu rumah tangga, Surti di Pulo Gadung dan Iyem di Kemayoran. Surti beruntung punya majikan yang baik, lain halnya dengan Iyem yang punya majikan galak dan suka memukul, akhirnya Iyem memutuskan untuk mencari pekerjaan baru.
Akhirnya Iyem dapat lowongan pekerjaan tapi Iyem bermasalah dengan KTP, KTP nya hilang, Iyem memutuskan meminjam KTP Surti, Iyem yakin tidak ketahuan karena ciri-ciri fisik mereka hampir sama. Saat Iyem hendak memfoto copy KTP, Iyem tertabrak truk bermuatan pasir, menyebabkan kepalanya pecah. Akhirnya dipulangkanlah jenazah Iyem ke Kebumen, tetapi polisi memulangkan jenazah ke tempat Surti, karena Iyem memegang KTP Surti. Orang tua Surti kaget anaknya meninggal dengan kepala yang hancur.
Anehnya di desa itu banyak warga yang bertemu sosok Iyem, ada yang bertemu dia di kuburan Surti (padahal itu mayat Iyem), ada warga yang bertemu Iyem sedang menangis di jalan, tetapi dengan santainya warga menyapa, “Yem sudah pulang ya? kapan sampai?” tetapi Iyem diam saja. Orang tua Iyem kaget mendengar banyak warga yang bertemu Iyem.
Saat tengah malam ibunya Iyem buang hajat (kalau di desa toiletnya di kebun), tidak sengaja ibu nya Iyem mendengar suara tangisan. Penasaran dengan suara itu dicarilah sumber suara itu. Dari kejauhan ibu nya Iyem kaget melihat anaknya yang sedang menangis di pinggir sawah dengan berlumuran darah, ibunya langsung berlari melewatijalan setapak di pinggir sawah. Begitu sampai disitu Iyem menghilang,
Di hari kelima Iyem meninggal, Surti pulang ke Kebumen. Dia pulang karena perasaan yang tidak enak dan tidak ada kabarnya Iyem (maklum jaman dulu HP masih mahal jadi jarang yang punya).
Sesampainya Surti sampai di Kebumen malam hari, Surti kaget di rumahnya ada tahlilan. Pas Surti mengucapkan salam, sontak warga kaget dan pergi kocar-kacir. Akhirnya Surti menceritakan semuanya, dan Surti kaget Iyem meninggal begitu tragis.
Minggu, 30 Desember 2012
Misteri Mistik Gunung Salak

Misteri Mistik Gunung Salak

Misteri menyelimuti kecelakaan Gunung salak,Gunung Salak berdiri dengan anggun di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Banyak pecinta alam mengungkapkan kekaguman atas keindahan gunung ini dengan cara melakukan pendakian. Namun di balik kecantikan gunung setinggi 2.221 meter ini sederet kecelakaan pesawat berujung maut terjadi di sini.
Beberapa sumber mengaitkan ini sebagai hal mistis,karena Disini sering Terjadi kecelakaan yang merenggut korban jiwa ,bahkan Mulai tahun 2009 deretan kecelakaan terjadi di sekitar Gunung salak,apakah Gunung salak Mencari Tumbal... Saya akan sedikit membahas kilas balik deretan kecelakaan Mulai dari tahun 2003 ,mistis tidaknya gunung ini tergantung anda yang menilainya.

Beberapa kecelakaan pesawat yang pernah terjadi di sekitar Gunung Salak antara lain:

1.Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac
Helikopter Sikorsky S-58 jenis Twinpac dengan nomor H-3408 milik TNI Angkatan Udara jatuh di areal kebun kacang dan tanaman singkong di dalam pangkalan udara militer Atang Sanjaya, Bogor. Pangkalan udara ini terletak di kaki Gunung Salak. Tujuh anggota TNI AU, yakni dua penerbang dan lima kru mekanik tewas seketika setelah helikopter buatan Amerika pada 1970 itu terhempas.



2.Pesawat Cessna 185 Skywagon
Pesawat Cessna 185 Skywagon jatuh di Danau Lido, Cijeruk, Bogor. Atlet terjun payung bernama Edy Cristiono tewas dalam peristiwa itu.


3.Pesawat Cassa TNI AU A212-200
Pesawat Cassa TNI AU A212-200 jatuh di kawasan Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. 18 Penumpang tewas akibat kecelakaan itu.


4.Sundowner
Pesawat latih jenis Sundowner jatuh di daerah Tenjo, Bogor, Jawa Barat. Saat itu instruktur penerbang Nicholas Burung meninggal tak lama setelah kejadian, dalam perjalanan ke rumah sakit.

30 April 2009

5.Heli Puma
Kecelakaan pesawat TNI kembali terjadi. Heli Puma milik TNI AU jatuh di kawasan Lanud Atang Sendjaja, Bogor. Dalam kecelakaan tersebut, 2 tentara mekanik tewas, sedangkan pilot Mayor (pnb) Sobic Fanani dan kopilot Lettu Wisnu, serta tiga anggota TNI lainnya mengalami luka.




6.Pesawat Sukhoi Superjet 100
Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang melakukan joy flight hilang kontak di kawasan Gunung Salak, Bogor, 9 Mei 2012. Sehari setelahnya dipastikan pesawat buatan Rusia itu jatuh di lereng Gunung Salak. Badan pesawat pecah berkeping-keping. Dalam pesawat tersebut, terdapat 45 penumpang, 8 di antaranya merupakan kru asal Rusia.
 
 9 mei 2012

Tak hanya pesawat, manusia yang sedang mendaki pun 'hilang kontak' di kawasan Gunung Salak. Pada April 1987 lalu, tujuh siswa STM Pembangunan, Jakarta Timur, ditemukan tewas di kawasan gunung itu. Mereka terperosok ke jurang di Curug Orok yang memiliki kedalaman sekitar 400 meter di punggung gunung.

Dari Wikipedia, Gunung Salak lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi klub-klub pecinta alam, terutama sekali daerah punggungan Salak II. Ini dikarenakan medan hutannya yang rapat dan juga jarang pendaki yang mengunjungi gunung ini.

Gunung ini memiliki jalur yang cukup sulit bagi para pendaki pemula. Hal ini dikarenakan di jalur yang dilewati jarang ditemukan cadangan air. Meski tergolong sebagai gunung yang rendah, tetapi Gunung Salak memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.
Sabtu, 22 Desember 2012
Kisah Misteri Sukhoi

Kisah Misteri Sukhoi

Gunung yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 ini dikenal sebagai tempat yang menyimpan banyak misteri. Pesawat Sukhoi yang jatuh pada 9 Mei 2012 bukanlah pesawat pertama yang jatuh di gunung ini. Sebelumnya, sudah ada enam kali pesawat jatuh di kawasan Gunung Salak.

Gunung yang menjadi wisata pendakian ini juga kerap menuai kisah misteri dari para pendakinya. Banyak pendaki yang mendengar suara gamelan atau bahkan hingga melihat penampakan mahluk halus saat mendaki Gunung Salak. Bahkan, tidak sedikit pendaki yang hilang di Gunung Salak.

Selain pendakian, tempat wisata lain di Gunung Salak juga dianggap mistis, contoh Kawah Ratu dan Curug Seribu yang juga banyak menelan korban. Tak sedikit wisatawan tewas karena keracunan belerang di Kawah Ratu atau tenggelam saat berenang di kolam Curug Seribu. Hal ini mengundang banyak cerita misteri di Gunung Salak.
Breaking News
Loading...
Kirim Iklan
Press Esc to close
Copyright © 2013 Kisah-Kisah Misteri Dan Mistik All Right Reserved